Pengungkapan dan Asimetri Informasi
Pengungkapan informasi keuangan dan informasi relevan lainnya dalam laporan tahunan suatu perusahaan merupakan aspek penting akuntansi keuangan. Informasi tersebut berguna bagi para pemakainya, terutama investor untuk pengambilan keputusan.
SFAC No. 1 menyatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan calon investor yang potensial, serta pemakai lain untuk pengambilan keputusan investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis yang rasional. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus disertai dengan pengungkapan informasi yang cukup (adequate disclosure), agar informasi dapat diinterpretasi dengan baik oleh pemakainya.
Pemerintah Indonesia melalui keputusan ketua Bapepam No: kep-38/PM/1996 telah mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pengungkapan informasi yang diatur oleh pemerintah ataupun oleh lembaga profesi (dalam hal ini adalah Ikatan Akuntan Indonesia) merupakan pengungkapan yang wajib (mandatory disclosure) dipatuhi oleh perusahaan yang telah publik. Tujuan pemerintah mengatur pengungkapan informasi adalah untuk melindungi kepentingan para investor dari ketidak-seimbangan informasi antara manajemen dengan investor karena adanya kepentingan manajemen.
Beberapa penelitian analitis maupun empiris telah dilakukan untuk menguji hubungan antara pengungkapan dengan asimetri informasi.
Model-model teoritis.
Gonedes (1980) menyatakan bahwa regulasi pengungkapan informasi mempunyai potensi untuk mengurangi asimetri informasi. Pernyataan ini didukung oleh Healy dan Palepu (1983) yang menyatakan bahwa pengungkapan merupakan salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi. Lev (1988) menyatakan bahwa pengungkapan yang penuh (full) seharusnya mengurangi ketidak-adilan diantara para investor karena adanya penurunan asimetri informasi melalui akses yang sama terhadap informasi. Callahan et al. (1997) menyatakan bahwa salah satu tipe biaya yang dihadapi oleh para dealer saham adalah adverse selection costs yang sangat erat kaitannya dengan alur informasi di pasar modal. Jenis biaya ini menunjukkan tingkat resiko asimetri informasi.
Asimetri informasi dan Cost of Capital
Cost of capital merupakan tingkat kembalian yang diinginkan oleh penyedia dana, baik investor (cost of equity) maupun kreditor (cost of debt). Cost of equity capital berkaitan dengan resiko investasi atas saham perusahaan. Botosan (1997) menyatakan terdapat beberapa alternative pendekatan untuk mengestimasi cost of equity capital. Pendekatan pertama menggunakan average reliazed returns. Menurut Botosan (1997) pendekatan ini mengandung noise (gangguan) dalam pengukuran cost of capital karena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya sulit untuk membuktikan adanya hubungan antara return dengan resiko. Pendekatan lainnya adalah penggunaan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Namun Botosan menganggap pendekatan CAPM ini tidak memberikan suatu peran tertentu terhadap pengungkapan. Penelitian Botosan menggunakan pendekatan tersendiri yaitu gabungan dari perhitungan Edward dan Bell; Ohlson; dan Feltham dan Ohlon (rumus EBO).
Kim dan Verrecchia (1994) telah membuat model hubungan likuiditas pasar dan pengumuman laba. Hasilnya bahwa pengumuman laba secara publik dapat mengurangi kos pemrosesan informasi secara individual ataupun institusional. Kos berkurang karena informasi yang diterima oleh partisipan pasar relatif sama. Biaya pemrosesan agregat dari partisipan pasar ini akan mempengaruhi likuiditas pasar. Jika biaya pemrosesan tinggi (karena informasi asimetri meningkat), maka pasar menjadi kurang likuid. Penurunan likuiditas dan peningkatan informasi asimetri ini akan membawa pada harga sekuritas yang tinggi, sehingga cost of capital juga meningkat.
www.akuntansiku.com
Senin, 03 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar